SURAT TERBUKA UNTUK LGBT
Oleh: Sefti Ika Wulansari
Jurnalis IMMPOS/Mantan Aktifis IMM Blue Savant UMSurabaya
Menurut saya, ini lelucon yang menggelitik, ketika para kaum LGBT merasa
didiskriminasi oleh masyarakat dengan beberapa pandangan, seperti
dilarangnya kerja di perusahaan tertentu, dilarang kuliah di kampus
tertentu dan di cemooh masyarakat luas. Lantas menyampaikan aspirasi
besar-besaran di media dan menuntut hak perlindungan KOMNAS HAM.
Lucu, sangat lucu. Suatu hal yang wajar jika masyarakat Indonesia
memberikan larangan seperti itu atas penyimpangan perilaku yang mereka
lakukan. Mungkin mereka belum tahu. Jika hanya sekedar di bullying
semacam itu tidak ada apa-apanya, jika dibandingkan dengan apa yang saya
dan utamanya kawan-kawan saya lainnya alami, sebagai masyarakat yang
pun berbeda dengan masyarakat Indonesia secara umum.
Saya rasa perlu saya sampaikan hal ini untuk di renungkan bersama.
Mungkin belum ada yang tahu atau sudah tahu namun belum sadar. Bahwa
saya dan kawan-kawan saya yang berkerudung lebar atau bahkan bercadar
mungkin lebih berhak untuk menuntut perlindungan ke KOMNAS HAM dengan
alasan memperoleh diskriminasi dari masyarakat luas.
Apa yang dialami para kaum LGBT ini hanya perkara sepele, jika
dibandingkan dengan apa yang kami alami. Diskriminasi yang kami alami
bukan hanya diskriminasi secara verbal seperti yang para kaum LGBT alami
saat ini. Teman-teman saya tidak sedikit yang memperoleh kekerasan
secara fisik dari masyarakat. Jika hanya sekedar cemooh masyarakat,
teman saya yang bercadar beberapa hari lalu pernah diteriaki, “Dasar
Setan” oleh bapak-bapak disebuah rumah sakit yang saya tidak perlu
menyebutkan namanya. Diteriaki sebagai teroris, ISIS bahkan penganut
aliran sesat bukan hal asing bagi kami.
Jika hanya sekedar perlakuan bullying semacam itu yang masyarakat
berikan kepada kaum LGBT, tidak ada bedanya dengan perlakuan yang
masyarakat berikan kepada saya dan kawan-kawan saya yang berkerudung
besar atau bahkan bercadar.
Saya tidak jarang di bullying dengan perkataan-perkataan remeh semacam
“sok alim”, “sok suci” padahal sesungguhnya kita bukan sekedar shock,
tapi kita memang sedang berupaya untuk alim dan menjaga kesucian diri.
Dan tidak hanya itu, cacian yang lebih ekstrim sering kali kawan-kawan
saya alami.
Berkaitan soal larangan menggunakan fasilitas negara. Apa yang kami
alami jauh lebih berat dibanding apa yang mereka alami. Soal kuliah,
tidak sedikit perguruan tinggi di negara kita ini yang melarang
mahasiswa berkerudung besar dan bercadar.
Soal pekerjaan, tidak bisa di hitung berapa kantor-kantor negara yang
melarang orang-orang seperti kami. Perusahaan-perusahaan swasta pun
menolak memperkerjakan kami yang berusaha menerapkan apa yang keyakinan
kami perintahkan. Dan bahkan untuk beberapa hal ini, mereka para kaum
LGBT tidak pernah merasakannya.
Kawan-kawan saya yang bercadar tidak pernah boleh memasuki ATM sekedar
untuk transaksi keuangan. Memasuki mall dengan pemeriksaan yang ketat
seolah kami sedang membawa bom. Dipersulit mengurus kartu ketatanegaraan
yang sesungguhnya sudah menjadi hak penuh bagi kami. Terbelit-belit
dalam urusan imigrasi seolah kami adalah para pelaku aksi teror yang
patut di curigai.
Sedangkan mereka, para pelaku LGBT masih bisa bersenyum ria ketika
Indonesia tidak bisa menerima mereka. Karena memang masih ada ratusan
negara yang menerima mereka. Apa lagi negara barat, ibarat ibu kandung
bagi mereka semua. Sedangkan kami, negara mana yang mau menerima kami
tanpa syarat-syarat tertentu yang begitu menyulitkan selain negara
muslim.
Jelas itu semua bentuk diskriminasi. Sekarang pertanyaannya, dimana para
aktivias HAM? Adakah dari mereka yang membela kami? Tidak ada. Justru
membela para kaum LGBT yang jelas-jelas menyimpang.
Maka sangat lucu jika dalam hal ini kaum LGBT histeris laksana bayi
kehausan ASI atas perlakuan masyarakat. Seolah-olah mereka adalah
satu-satunya kaum yang terdiskriminasi di negara sendiri.
Jadi teringat kasus Islam Nusantara yang harus diterima dengan alasan
kearifan lokal. Menolak cadar yang di anggap budaya Arab. Namun ketika
kasus LGBT muncul maunya diterima seperti negara Barat. Negeri minim
konsisten.
Sumber: Suara Islam Online